Rabu, 04 Juni 2014

jokowi dimata peramal

RMOL. Mahapatih Gajah Mada yang hidup antara tahun 1299 hingga tahun 1364 merupakan satu-satunya orang kuat pada jamannya, yakni jaman Majapahit. 

Gajah Mada adalah Panglima Perang yang ditunjuk menjadi Mahapatih kerajaan Majapahit menggantikan Arya Tadah pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350). Sebagai mahapatih dia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (1331) dan kemudian berikrar untuk mempersatukan Nusantara dengan sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.

Saat ini, Indonesia sedang mencari sosok pemimpin yang mempunyai karakter seperti Gajah Mada, kuat, cerdas, punya kewibawaan, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang handal. Sehingga dapat membangkitkan kembali kejayaan nusantara yang disegani dan tiada tandingnya, serta mampu mempersatukan kembali seluruh rakyat yang kini tengah terkotak-kotak untuk kembali ke dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila sebagai dasar negara.

Siapakah diantara kedua calon presiden yang sebenarnya layak untuk disebut sebagai pemimpin yang sebenarnya seperti Mahapatih Gajah Mada?

"Bila mencermati sikap dan prilaku masing-masing calon presiden yang ada, maka sosok seperti Gajah Mada itu melekat pada diri Prabowo Subianto yang kecintaannya terhadap tanah air tidak perlu diragukan lagi, karena di dalam dirinya mengalir jiwa Prajurit Komando yang Ksatria dan siap mati demi membela ibu pertiwi dan itu telah dibuktikannya diberbagai palagan di tanah air," ujar pengamat spiritual Kanjeng Hartantoro kepadaRakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 2/6).

Dijelaskannya, menurut hikayat, salah satu penyebab keruntuhan kerajaan Majapahit karena tidak memiliki orang kuat lain yang cakap dan mumpuni untuk menggantikan Gajah Mada, dan situasi Majapahit dahulu hampir sama dengan situasi tanah air saat ini dimana Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki karakter kuat untuk membawa bangsa ini ke jaman gemah ripah loh jinawi.

Bila melihat Jokowi, dalam pengamatan Kanjeng Hartantoro,  Jokowi adalah pemimpin yang konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian  dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, maka semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin itu, hal ini bisa dilihat ketika Jokowi memberi sambutan pada saat pengundian nomor urut calon presiden dan wakil presiden di KPU.

"Sebagai pemimpin yang baik, sudah seharusnya Jokowi menyapa dan memberi salam dan pujian terlebih dahulu kepada pesaingnya, Prabowo dan Hatta, lalu ke Mega, serta para ketua partai. Bukan malah kampanye dan mengajari tentang berbagai macam makna angka 2," ujar Kanjeng Hartantoro.

Ditambahkannya, hal itu beda dengan Prabowo yang diawal sambutannya,
mengucapkan salam yang mewakili ucapan salam semua agama, setelah itu Prabowo juga secara khusus menyebut nama Jokowi-JK dan Megawati dengan hormat.

"Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati dan tidak dibuat-buat," tegas Kanjeng.